Cerpen Karangan : Agus Noor
Aku sudah resmi jadi orang miskin, katanya. sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, yang baru di perolehnya dari kelurahan. "Lega rasanya, karena setelah bertahun-tahun hidup miskin, akhirnya mendapat pengakuan juga".
Kartu tanda miskin itu masih bersih, licin, dan mengkilat karena dilaminating. Dengan perasaan bahagia ia menyimpan kartu itu didalam dompetnya yang lecek dan kosong."Nanti, bila aku pingin berbelanja, aku tinggal menggeseknya"
Diam-diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu.Ia sering duduk melamun, sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang manahan lapar. "Kelak, mereka pasti akan menjadi orang miskin yang baik dan sukses". gumamnya.
Suatu sore, aku melihat orang miskin itu menikmati teh pahit bersama istrinya. Kudengar orang miskin itu berkata mesra, "Ceritakan kisah paling lucu dalam hidup kita..."
"ialah ketika aku dan anak-anak bergitu kelaparan, lalu menyembelihmu" Jawab istrinya.
Mereka pun tertawa.
Aku selalu menyaksikan kebahagian mereka.
Orang miskin itu dikenal ulet. Ia mau bekerja serabutan apa saja. jadi tukang becak, kuli angkut, buruh bangunan, pemulung, tukang parkir. pendeknya, siang malam ia membanting tulang tapi alhamdulillah tetap miskin juga. "Barang kaliaku memang turun temurun dikutuk jadi orang miskin" ujarnya. tiap kali ingat ayahnya yang miskin, kakeknya yang miskin, juga si mbah buyutnya yang miskin.
Ia pernah mendatangi dukun, berharap bisa mengubah garis buruk tangannya. "kamu memang punya bakat jadi orang miskin" kata dukun itu. "Mestinya kamu bersyukur, karena tidak setiap orang punya bakat miskin seperti kamu". Ku dengar sejak itulah, orang miskin itu berusaha konsisten miskin.
Pernah, dengan malu-malu, ia berbisik padaku "Kadang bosan juga aku jadi orang miskin. Aku pernah berniat memilihara tuyul atau babi ngepet. Aku pernah juga hendak jadi pelawak, agar sukse dan kaya" katanya. "Kamu tahukan, tak perlu lucu jadi pelawak, cukup bermodal tampang bego dan mau dihina-hina". Lalu kenapa kau tak jai pelawak saja!!.
Ia mendadak terlihat sedih, lalu bercerita " aku kenal orang miskin yang jadi pelawak. bertahun-tahun ia jadi pelawak, tapi tak pernah ada yang tersenyum menyaksikannya dipanggung. Baru ketika ia mati, semua orang tertawa."
Orang miskin itu pernah jadi badut. Kostumnya rombeng, dan menyedihkan. Setiap menghibur ulang taun, anak-anak yang menyaksiakn atraksinya selaulu menangis ketakutan. "Barang kali kemiskinan memang buakn hiburan yang menyenagkan buat anak-anak". ujarnya membela diri, ketika akhirnya ia dipecata jadi badut.
yang menyenagkan, orang miskin itu memang suka melucu. ia kerap menceritakan kisah orang miskin yang sukse, kepada ku. "Aku punya kolega orang miskin yang aku kagumi" katanya. "Dia merintis karier jadi pengemis untuk membesarkan 4 anaknya. Sekarang satu anaknya di ITB, satu di UI, sati di UGM, dan satunya lagi di Undip".
"wah hebat banget" ujarku. Semua kuliah ya?..
"tidak, Semua jadi pengemis di kampus itu"
Aku sudah resmi jadi orang miskin, katanya. sambil memperlihatkan Kartu Tanda Miskin, yang baru di perolehnya dari kelurahan. "Lega rasanya, karena setelah bertahun-tahun hidup miskin, akhirnya mendapat pengakuan juga".
Kartu tanda miskin itu masih bersih, licin, dan mengkilat karena dilaminating. Dengan perasaan bahagia ia menyimpan kartu itu didalam dompetnya yang lecek dan kosong."Nanti, bila aku pingin berbelanja, aku tinggal menggeseknya"
Diam-diam aku suka mengintip rumah orang miskin itu.Ia sering duduk melamun, sementara anak-anaknya yang dekil bermain riang manahan lapar. "Kelak, mereka pasti akan menjadi orang miskin yang baik dan sukses". gumamnya.
Suatu sore, aku melihat orang miskin itu menikmati teh pahit bersama istrinya. Kudengar orang miskin itu berkata mesra, "Ceritakan kisah paling lucu dalam hidup kita..."
"ialah ketika aku dan anak-anak bergitu kelaparan, lalu menyembelihmu" Jawab istrinya.
Mereka pun tertawa.
Aku selalu menyaksikan kebahagian mereka.
Orang miskin itu dikenal ulet. Ia mau bekerja serabutan apa saja. jadi tukang becak, kuli angkut, buruh bangunan, pemulung, tukang parkir. pendeknya, siang malam ia membanting tulang tapi alhamdulillah tetap miskin juga. "Barang kaliaku memang turun temurun dikutuk jadi orang miskin" ujarnya. tiap kali ingat ayahnya yang miskin, kakeknya yang miskin, juga si mbah buyutnya yang miskin.
Ia pernah mendatangi dukun, berharap bisa mengubah garis buruk tangannya. "kamu memang punya bakat jadi orang miskin" kata dukun itu. "Mestinya kamu bersyukur, karena tidak setiap orang punya bakat miskin seperti kamu". Ku dengar sejak itulah, orang miskin itu berusaha konsisten miskin.
Pernah, dengan malu-malu, ia berbisik padaku "Kadang bosan juga aku jadi orang miskin. Aku pernah berniat memilihara tuyul atau babi ngepet. Aku pernah juga hendak jadi pelawak, agar sukse dan kaya" katanya. "Kamu tahukan, tak perlu lucu jadi pelawak, cukup bermodal tampang bego dan mau dihina-hina". Lalu kenapa kau tak jai pelawak saja!!.
Ia mendadak terlihat sedih, lalu bercerita " aku kenal orang miskin yang jadi pelawak. bertahun-tahun ia jadi pelawak, tapi tak pernah ada yang tersenyum menyaksikannya dipanggung. Baru ketika ia mati, semua orang tertawa."
Orang miskin itu pernah jadi badut. Kostumnya rombeng, dan menyedihkan. Setiap menghibur ulang taun, anak-anak yang menyaksiakn atraksinya selaulu menangis ketakutan. "Barang kali kemiskinan memang buakn hiburan yang menyenagkan buat anak-anak". ujarnya membela diri, ketika akhirnya ia dipecata jadi badut.
yang menyenagkan, orang miskin itu memang suka melucu. ia kerap menceritakan kisah orang miskin yang sukse, kepada ku. "Aku punya kolega orang miskin yang aku kagumi" katanya. "Dia merintis karier jadi pengemis untuk membesarkan 4 anaknya. Sekarang satu anaknya di ITB, satu di UI, sati di UGM, dan satunya lagi di Undip".
"wah hebat banget" ujarku. Semua kuliah ya?..
"tidak, Semua jadi pengemis di kampus itu"
- Agus Noor -
Tambahkan Komentar